Forum Pendidik
Untukmu, untuk Kita: Inklusivitas dan Aksesibilitas dalam Pendidikan Seni
Mari bergabung dalam diskusi antar pendidik dan lintas profesi untuk pendidikan seni yang lebih inklusif dan aksesibel di masa mendatang! Di edisi kedelapan Forum Pendidik ini, simak presentasi singkat dan dengar pengalaman para pembicara dalam berinteraksi dan bekerja bersama komunitas termarjinalkan, penyandang disabilitas, serta masyarakat pra-sejahtera.
14.01.2021 – 14.01.2021
Tentang Program
Forum Pendidik adalah pertemuan yang diadakan dua kali setahun untuk pendidik seni dari berbagai tingkatan, dan bertujuan memberikan wadah diskusi seputar pengajaran kesenian di kelas. Kelompok diskusi ini memberikan akses terhadap kurator museum, seniman dan koleksi museum. Program ini tidak berbayar daan terbuka untuk para pendidik di seluruh Indonesia.
Forum Pendidik edisi kedelapan akan hadir pada hari Kamis, 14 Januari 2021 pukul 09:30 – 12:30 WIB. Turut menghadirkan Lily Yulianti Farid (anggota pendiri Rumata' ArtSpace) dan Etza Meisyara (perupa) sebagai pembicara. Juga menampilkan presentasi video dari Annisa Anggraini, S.Pd. (guru penyandang tuli di SLB BCD Nusantara) dan Frengki Lollo (fotografer lepas dan mentor di Sekolah MUSA). Acara ini akan disambut oleh Judi Wahjudin, S.S., M.Hum. (Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Klik tombol di bawah untuk mendaftarkan diri sebagai Partisipan Forum!
Registrasi Sekarang!
Tentang Forum Edukator Ke-8
For You, For Us: Inclusivity and Accessibility in Art Education
Education for All (EFA) diumumkan secara global di konferensi dunia di Thailand pada tahun 1990, merupakan bentuk inisiatif internasional untuk menghantarkan manfaat pendidikan kepada “setiap warga negara di setiap masyarakat”, diterjemahkan menjadi Pendidikan untuk Semua, kini EFA telah menjadi bagian dari kebijakan pemerintah Indonesia. Namun demikian, seni visual, jika ditilik dari namanya, sudah menyatakan diri eksklusif dari komunitas penyandang keterbatasan visual. Tapi melalui pendidikan seni, kami percaya bahwa seni dapat dirancang agar inklusif dan dapat diakses untuk semua, dengan atau tanpa kebutuhan khusus.
Pendidikan seni berperan untuk menyediakan pengetahuan, memberikan cara yang lebih baik dan bersahabat dalam memahami seni. Namun, berkaca pada minimnya pemahaman, pengalaman, sumber daya manusia, fasilitas dan sumber-sumber lainnya di Indonesia, siapkah kita untuk menyediakan akses bagi pendidikan seni yang inklusif? Bagaimanakah setiap dari kita bisa berkontribusi untuk menyiapkan seni yang dapat diakses oleh semua dan mengaktivasi fungsi seni bagi masyarakat?
Museum MACAN kembali menggelar Forum Pendidik dengan para pembicara yang akan membawakan presentasi singkat dan berbagi pengalaman mereka dalam berinteraksi dan bekerja bersama komunitas termarjinalkan, penyandang disabilitas, serta masyarakat pra-sejahtera.
Para Pembicara
Lily Yulianti Farid
Anggota pendiri Rumata' ArtSpace
Lily Yulianti Farid adalah pendiri dan direktur Makassar International Writers Festival dan seorang penulis cerita pendek. Ia menerbitkan empat kumpulan cerita pendek: Makkunrai (2008), Maisaura (2008), Family Room (2011) dan Ayahku Bulan, Engkau Matahari (2012). Ia menerjemahkan Business as Unusual karya Anita Roddick ke dalam Bahasa Indonesia yang diterbitkan ke dalam judul yang sama pada tahun 2013 dan Linking People: Connections and Encounters Between Australians and Indonesians (2017). Ia memperoleh gelar MA (2003) dan Ph.D (2015) dalam bidang Studi Gender dari University of Melbourne, Australia dan pemenang Alumni of The Year Award of the Faculty of Arts, The University of Melbourne in 2016 dalam kategori pemimpin komunitas. Ia adalah co-founder Rumata’ Artspace dan bekerja sebagai relawan di sana sejak 2010. Pada tahun 2018, Lily menerima Penghargaan Budaya Nasional dari Pemerintah Indonesia.
Etza Meisyara
Perupa
Etza lulus dari Seni Rupa (Intermedia), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menyelesaikan Program Master di kampus yang sama tahun 2016. Ia bergabung dengan Exchange Program Sound Art di HBK (Hochschule für Bildende Künste), Braunschweig, Jerman. Karya Etza berada di seputar isu-isu kontemporer dan terkait dengan masyarakat urban. Dengan menggali gagasan seputar jejaring dan bagaimana permasalahan yang timbul mengubah kebiasaan kemanusiaan, karyanya dibandingkan dengan trend umum dan tampaknya berdasar pada Seni Konseptual, khususnya perpaduan Seni Suara, Seni Instalasi dan Seni Partisipatoris.
Karya Etza tidak hanya mempertanyakan sisi humanis di tengah-tengah perkembangan teknologi, namun juga masuk mempenetrasi eksplorasi dan eksperimentasi kemungkinan-kemungkinan baru dalam Seni Media Baru. Oleh karenanya, sang perupa menciptakan seni sebagai dialog dengan bertemu dengan khalayak sebagai kolaborator untuk menemukan bentuk seni, sebagaimana ia berdialog dengan para penyandang tunanetra dan pengungsi, juga topik-topik sosial yang ia dalami. Pada akhirnya, eksplorasi medium adalah sebuah proses pencarian makna kemurnian dari bentuk karyanya sendiri.
Annisa Anggraini, S.Pd.
Guru tuli SLB BCD Nusantara
Annisa lulus dari Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Jakarta tahun 2017. Ia adalah seorang guru di SLB BCD Nusantara, Depok, Jawa Barat, dan telah mengajar selama 3 tahun sebagai guru kelas dan ekstra kurikuler melukis dan membatik. Ia menjadi pembicara pada Forum Komunitas Guru Belajar Kediri dan berbagi pengalaman dirinya sebagai penyandang disabilitas pendengaran/tuli. Di tahun 2018, Ia ikut serta dalam pameran seni rupa di Festival Bebas Batas, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Dan pada tahun 2020 berpartisipasi dalam pameran seni daring internasional Peace bersama Komunitas Artventure melalui media sosial.
Frengki Lollo
Fotografer lepas dan mentor Sekolah MUSA
Frengki adalah fotografer dokumenter di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia mengenal fotografi sejak tahun 2011 dan belajar secara otodidak. Tahun 2015 Frengki mendapatkan kesempatan untuk mengikuti workshop fotografi Aku dan Kotaku yang diadakan oleh PannaFoto Institute tentang foto esai yang dimentori oleh Ng Swan Ti dan berlangsung selama tiga hari di Kota Kupang. Di tahun 2017 Frengki terpilih sebagai salah satu peserta dalam workshop fotografi dokumenter di Bali yang diadakan oleh Doc.Now! selama 6 hari yang dimentori oleh Rony Zakaria dan Putu Sayoga.
Karyanya The Family Man terpilih untuk dipublikasikan di 1000kata.com sebagai salah satu karya yang mengangkat karakter laki-laki dari Timur yang kerap dinilai kasar dan jahat dengan menampilkan sisi romantisnya dalam keluarga. Tahun 2018 Frengki mulai menjadi mentor di SkolMus (Sekolah MUSA) dan ditunjuk sebagai bagian tim kuratorial pameran publik Merekam Kota yang menampilkan foto-foto sejarah kota Kupang, program yang mengangkat keprihatinan SkolMus akan akses foto sejarah kota Kupang yang sulit. Program tersebut melibatkan masyarakat kota Kupang untuk berpartisipasi menyumbangkan foto keluarga untuk direproduksi dan disajikan ke publik.
Narahubung
Klik tombol di bawah untuk pertanyaan dan informasi lebih lanjut mengenai program ini!
Hubungi Kami