Mempertemukan sineas dan sejarawan, sesi MACAN KineTalk mengupas film dokumenter Eksil (2022) dan bagaimana karya seni serta praktik kreatif berfungsi sebagai medium pembelajaran sejarah.
09.03.2024
Tentang Program
Mempelajari sejarah adalah sebuah upaya untuk memahami. Namun, tak jarang kisah-kisah masa lalu yang dibahas luas hanya sebatas kumpulan peristiwa jaya yang dicatat oleh para pemenang—sementara narasi kecil terpinggirkan hingga luput dari ingatan.
Apakah makna dari bersuara? Apa yang mendorong seorang perupa, individu, atau komunitas untuk menyuarakan pemikiran yang menantang status quo? Pameran Voice Against Reason mengurai pertanyaan-pertanyaan tersebut. Proyek ini menelaah peran seni sebagai proses refleksi dan eksplorasi beragam narasi terkait sejarah, politik, lingkungan, dan hal-hal di antaranya.
Sesi program publik MACAN KineTalk, "Eksil": Suara dari Pengasingan, menyuguhkan diskusi film dokumenter Eksil (2022) karya Lola Amaria, sebagai wahana untuk menyuarakan narasi di luar arustama dan membuka sudut pandang baru akan dunia dan sejarah bangsa Indonesia.
Dokumenter ini berfokus pada imbas Peristiwa 1965 terhadap para mahasiswa yang dikirim belajar ke Uni Soviet dan Tiongkok. Setelah kewarganegaraan Indonesia mereka dicabut oleh pemerintahan Orde Baru, orang-orang ini terdampar selama tiga dekade, berpindah negara demi mencari tempat yang dapat menampung mereka. Mereka putus kontak dengan keluarga dan sanak saudara di tanah air, yang sebagian besar juga turut dikucilkan. Eksil mengangkat peristiwa penting yang nyaris tidak pernah diperbincangkan di negeri ini, namun diwariskan dalam bentuk trauma yang melintasi generasi.
Mempertemukan sineas dan sejarawan, sesi diskusi ini akan mengulas sekeping riwayat Indonesia dan bagaimana karya seni serta praktik kreatif berfungsi sebagai cara kita merekam dan membahas sejarah. Sesi ini akan dibawakan dalam Bahasa Indonesia.
Trailer
Tempat & Waktu
Sabtu, 9 Maret 2024 pukul 14.00–16.00 WIB di Ruang Gagasan Museum MACAN-ERHA
Program ini dapat diakses dengan tiket Museum MACAN yang berlaku.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program ini, silakan hubungi Departemen Edukasi dan Program Publik museum melalui WhatsApp di +62 812 8882 3755.
Tentang Pembicara
Lola Amaria (l. 1977) mengawali karirnya sebagai aktris dan telah bekerja bersama sejumlah sutradara ternama Indonesia dalam berbagai produksi di Asia. Ia memulai karir penyutradaraan film panjangnya pada Betina (2006), karya fiksi yang memenangkan NETPAC Award di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Film panjangnya yang kedua, Minggu Pagi di Victoria Park (2009) masuk ke dalam nominasi Film Asia Tenggara Terbaik dalam Cinemanila International Film Festival 2010, dan meraih penghargaan Silver Hanoman Award di Jogja-NETPAC Asian Film Festival, serta menerima sembilan nominasi termasuk satu penghargaan Penyuntingan Terbaik dalam Festival Film Indonesia. Lola juga terlibat dalam film omnibus Sanubari Jakarta (2012). Film-film yang diproduksi dan disutradarai Lola antara lain Negeri Tanpa Telinga (2014), Inerie, Mama yang Cantik (2014), Jingga (2016), Labuan Hati (2017), Lima (2018), dan 6,9 Detik (2019). Eksil (2022) adalah karya debut penyutradaraannya dalam medium dokumenter.
Yerry Wirawan adalah peneliti sejarah, penulis, dan dosen. Ia menyelesaikan Program Studi Sejarah di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia pada tahun 2000 kemudian meraih gelar pascasarjana dan doktor dari School for Advanced Studies in the Social Sciences, Paris, Prancis pada tahun 2012. Penelitiannya berkisar pada sejarah masyarakat Tionghoa di Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2013. Ia memiliki pengalaman bekerja dalam pengarsipan dan proyek digitalisasi arsip VOC.